Senin, 23 April 2012

situ panjalu



situ lengkong
Situ Lengkong Panjalu atau Situ Panjalu adalah pulau kecil yang masih alami dengan udara yang sejuk ciri khas dari daerah pegunungan dengan pesona alam yang indah dan jauh dari polusi udara. Situ Lengkong Panjalu terletak di desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis. Situ Lengkong berasal dari dua arti kata yaitu Situ dan Lengkong, dari ke-2 kata tersebut memiliki arti yang sama yaitu Danau. Situ Lengkong memiliki beragam jenis pohon dan marga satwa yang menjadi objek menarik dari situ tersebut. Danau ini memiliki luas sekitar 64 hektar dan berada pada 700 meter diatas permukaan air laut. Kedalaman situ lengkong berkisar 4-6 meter.
Setiap hari libur sekolah dan hari raya besar islam, situ lengkong di penuhi oleh berbagai pelancong dan peziarah, tidak hanya masyarakat panjalu yang datang ke situ lengkong, tetapi dari berbagai kota, bahkan turis dari luar negeri berdatangan untuk berekreasi, berziarah atau ingin mengetahui kebudayaan panjalu serta menikmati keindahan alam yang masih alami belum tersentuh oleh tangan-tangan jail, karena situ panjalu masih di jadikan tempat yang keramat. Situ lengkong panjalu selain membawa buah tangan air, menyediakan berbagai jenis kerajinan tangan yang terbuat dari bambu, limbah daur ulang yang terbuat dari plastik, botol dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga perahu untuk berlayar mengelilingi danau.
Unsur kebudayaan yang masih terjaga menjadikan situ lengkong sebagai objek pariwisata serta peziarah yang datang dari berbagai kota diantaranya Cilacap, Indramayu, Banten, Cierbon, dan lain-lain. Selain sebagai tempat pariwisata, situ panjalu juga dijadikan tempat berziarah, hal yang menarik serta unik dari danau yaitu di tengah-tengah danau tersebut ada daratan yang di sebut dengan Nusa Gede atau Nusa Larangan. Di dalam nusa terdapat makam keramat Prabu Sanghyang Hariang Kancana yang terletak di tengah Situ.
Kenapa disebut dengan Nusa Larangan? Karena apabila kita berada di daerah panjalu harus menjaga ucapan serta tingkah laku atau kita harus bersikap sopan jangan sampai ucapan-ucapan yang tidak sopan keluar dari mulut kita. Di sekeliling makam keramat di tumbuhi oleh berbagai jenis pohon besar yang brdiri kokoh. Pemandangan yang sangat menarik ketika pengunjung melihat segerombolan kalong atau kelelawar yang bergelantungan diatas dahan pohon yang masih rindang dan kuat. Ketika siang hari, kalong bergelantungan tertidur lelap, mereka tidak merasa terusik dengan kedatangan para peziarah.
Kalong tersebut tidak pernah berpindah tempat ke pohon lain yang berada di sekitar Nusa. Ketika menjelang sore kelelawar terbangun dari tidurnya untuk terbang mencari makanan, kemudian mereka pulang sebelum terbit fajar. Menurut masyarakat sekitar, semenjak tahun baru islam, kalong yang menetap diatas pohon hilang tak seorang pun yang mengetahui kemana mereka pergi. Biasanya kalong yang berukuran besar meninggalkan Nusa hanya 2-4 hari, masyarakat mengira bahwa kalong-kalong tersebut  pindah ke Astana Gede yang berada di Kawali, karena populasi disana tidak begitu banyak.
Para peziarah yang datang ke Nusa larangan menggunakan perahu yang telah di sediakan, diatas perahu mereka melantunkan dzikir serta shalawat, agar mereka terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan. Setelah sampai di Nusa Larangan, mereka masuk dan berdoa kepada ALLAH SWT  dengan niat dan maksud yang di inginkan, jangan sampai kita meminta-minta kepada kuburan serta ingin di doakan oleh orang yang telah mati, sama saja kita menyekutui ALLAH SWT.  Sama halnya kita datang ketempat para wali yang sebagai perantara. Setelah selesai mereka berwudhu dan membawa air tersebut sebagai buah tangan.
Mereka mempercayai bahwa air dari situ dapat menyembuhkan penyakit, karena air situ berasal dari air zamzamyang di bawa oleh Prabu Boros Ngora dari Tanah suci Mekkah pada abad VII. Yang di bawa menggunakan gayung yang berlubang di bagian dasarnya. Gayung tersebut titipan dari ayahnya agar Prabu Boros Ngora bisa membawa air secanting penuh tanpa menumpahkan isinya. Kenapa air di Situ Lengkong di percayai sebagai penyembuh penyakit? Karena di sekitar situ banyak di tumbuhi jenis-jenis pohon yang sudah berumur tua serta tanaman obat-obatan yang akarnya masuk kedalam tanah dan terendam oleh air situ. Oleh karena itu, air situ banyak di manfaatkan untuk mengairi persawahan penduduk.
Menurut kuncen yang menjaga bumi alit mengatakan, Prabu Boros Ngora adalah salah seorang putra Sanghyang Prabu Cakra Dewa  yang dikarunia kegagahan dan memiliki kesaktian yag sangat luar biasa. Ia tidak mempan dengan senjata, tidak panas terkena api, dan bepergian tidak perlu menapak di tanah atau di air. Itulah diantara kehebatan Prabu Sanghyang Boros Ngora. Ketika Prabu Sanghyang Boros Ngora mendapatkan tugas dari ayahandanya supaya mengisi gayung yang berlubang di bagian dasarnya,
Kemudian ia berangkat untuk menjelajah ke Nuasantara untuk mencari Guru yang lebih tinggi ilmunya dari dia, jika sudah dapat ilmu untuk membawa air di dalam wadah yang berlubang tanpa menumpahkannya. Maka dengan melihat kemampuan calon gurunya, ia mengajak bertarung satu lawan satu, setelah bertarung dengan calon gurunya dari berbagai negara dia selalu menang. Selama menjelajah nusantara dia belum mendapatkan guru yang lebih tinggi ilmunya dari dia. Sehingga dia tiba di Padang Arafah Arab dan bertemu dengan Ali bin Abu Thalib. Pertemuaan  Prabu Sanghyang Boros Ngora dengan Ali bin Abu Thalib memang nyata terjadi. Ali bin Abu Thalib adalah Khalifah Nabi Muhammad SAW. Kemudian dia di bawa ke Mekkah dan menjadi muslim. Setelah lama berguru kepada Ali bin Abu Thalib, Prabu Sanghyang boros ngora di suruh untuk pulang ke Negerinya karena ke dua orang tuanya sangat merindukan anaknya. Namun Prabu Boroa ngora belum berani untuk membawa gayung yang bolong di bagian dasarnya.
Dengan mudah Ali bin Abu Thalib menyuruh agar mengambil air zamzam smbil melafalkan doa, Prabu Boros Ngora, “ atas izin ALLAH SWT, air tersebut dapat diambil dan membawanya sampai tiba di panjalu air zamzam tidak tumpah”. Setelah itu Ali bin Abu Thalib memberikan cenderamata berupa pedang yang berukuran panjang berlafalkan arab serta jubah bagi Prabu Boros ngora, memberikan amanat agar menyiarkan agama islam di Panjalu.
Setelah sampai di panjalu Prabu Boros Ngora membendung daerah Legok Jambu menggunakan batu-batu hitam tersusun rapi seperti batu di candi Borobudur. Kemudian dia menumpahkan air zamzam di Legok Jambu, sekarang menjadi Situ Panjalu. Prabu Boros Ngora membuat kerajaan di tengah Danau. Kemudian diangkat menjadi raja Panjalu. Selama memerintah kerajaannya islam masuk ke dalam kerajaan maka rakyat harus menganut islam sampai sekarang. Walaupun sekarang banyak yang orang mengakui bahwa dirinya islam tetapi hanya islam di KTP.
Setiap tahun pada bulan Maulud lebih tepatnya pada hari-hari yang ganjil di akhir bulan mulud pada hari senin atau kamis selalu di adakan upacara sakral yaitu nyangku atau nyaangan laku ( menerangi tingkah laku ), acara seperti ini hampir sama dengan di Yogyakarta yaitu Sekaten dan di Cirebon, Panjang Jimat. Istilah nyangku diambil dari kata “yanku” dari bahasa Arab yang berarti “membersihkan”, artinya, Nyangku adalah membersihkan benda pusaka hanyalah sebagai simbol.
Tradisi nyangku bukan untuk kegiatan musyrik atau menyimpang tetapi juga membersihkan diri dari dosa setahun lalu dan memperbaikinya di tahun yang akan datang.
Upacar a nyangku selalu di adakan di Alun-alun Panjalu, seminggu sebelum dilaksanakan upacara, cuaca disekitar Panjalu selalu hujan atau gerimis, menurut orang tua, lelembutan dari berbagai kota datang ke Panjalu untuk mengikuti upacara nyangku, para lelembutan itu menetap di berbagai jenis alat pusaka yang tersimpan di Bumi Alit.
Kemudian pusaka dibungkus kain dan digendong seperti seorang bayi, tidak sembarangan orang yang dapat mengendong pusaka tersebut, hanya kaum pria keturunan Prabu Boros Ngora yang dapat mengendongnya dan masuk ke dalam makam, ada juga lelembutan yang datang langsung kepada orang yang akan mengendongnya melalui mimpi.
Menurut salah seorang yang membawa pusaka mengatakan, ketika pusaka itu di gendong ke tempat persucian, sangat berat seperti menggendong orang. Padahal kita melihat mereka seperti yang tidak mempunyai beban. Kemudian alat pusaka serta sejumlah warga mengiringi rombongan dengan seni gemgyung seperti rebana dengan lantunan Shalawat, mereka menaiki perahu menuju ke Nusa Gede yang berada di tengah Situ. Mereka bertawasul dan berdoa. Setelah selesai, rombongan membawanya ke Alun-Alun panjalu untuk disaksikan ditengah masyarakat yang berdatangan dari berbagai daerah. Setelah itu benda pusaka di simpan kembali di Bumi Alit beserta pusaka milik orang Panjalu. Kemudian air pembersihan pusaka di perebutkan oleh masyarakat, tergantung dengan niat dan maksud tujuan mereka masing-masing.