KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya.
Penyusun sadar dalam penyusunan Makalah ini
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
terciptanya kesempurnaan.
Akhir kata, penyusun ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dari awal pembuatan makalah ini hingga
selesai. Semoga Makalah ini memberi pengetahuan dan manfaat bagi penyusun pada
khususnya dan umumnya bagi pembaca.
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kabupaten Ciamis bercikal
bakal dari Kerajaan Galuh, sebuah Kerajaan di Tatar Sunda pada abad ke-7.
Kerajaan ini berpusat di daerah Kawali, 21 km ke arah utara dari pusat kota
Ciamis. Tahun 1595 Galuh jatuh ke tangan Mataram. Berdasarkan sumber Belanda,
wilayah kerajaan taklukkan ini dibatasi Sungai Citanduy di sebelah timur,
Sumedang di sebelah utara, Gunung Galunggung dan Sukapura di sebelah barat,
serta Sungai Cijulang di sebelah selatan.
Dibawah kekuasaan Mataram,
Kerajaan Galuh diubah statusnya menjadi Kabupaten. Berbentuk Kabupaten selama
sekitar dua abad, pusat pemerintahan Galuh sedikitnya empat kali berpindah
akibat gejolak politik. Daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan adalah
Cineam, Calingcing, Panyingkiran dan Imbanagara sebelum akhirnya menetap di
Cibatu tahun 1815. Pusat pemerintahan tercatat lama berlokasi di Imbanagara.
Pada masa ini Galuh mengalami
perluasan wilayah hingga berbatasan dengan pantai selatan, Sungai Citanduy,
Cijulang dan Sukapura. Karena itu, peristiwa pemindahan ibukota ke Imbanagara
pada 12 Juni 1642 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten. Meski demikian, Galuh
mengalami perkembangan pesat pada masa pemerintahan Bupati RAA Kusumadiningrat
(1839-1886). Bupati yang juga disebut Kanjeng Prebu ini membangun sejumlah
fasilitas pemerintahan di pusat kota, seperti gedung Kabupaten, mesjid agung,
kantor asisten residen, dan tangsi militer selama tahun 1859-1877.
Pada masa bupati RTA
Sastrawinata (1914-1935) nama Galuh diubah menjadi Ciamis. Kabupaten ini
memiliki empat distrik, yakni Ciamis, Kawali, Rancah dan Panjalu. Hingga saat
ini nama Ciamis masih terus dipakai. Kabupaten seluas 2.263 km² ini kini
terdiri dari 30 kecamatan.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dari laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana letak geografis kota Ciamis
2. Bagaimana asal-usul kota Ciamis
3. Bagaimana sejarah Ciamis
4. Alun-alun Ciamis atau Raflesia Fatma
5. Mesjid Agung Ciamis
6. Pengadilan Negeri
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi salah-satu tugas mata
kuliah Arkeologi
2. Ingin mengetahui lebih luas tentang letak,
asal-usul, sejarah Ciamis
3. Untuk mengetahui letak tata kota atau
pusat pemerintahan Ciamis
D.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
· Metode dan Teknik Penelitian
Penggunaan desain penelitian
sejarah bertujuan untuk memperoleh gambaran secara objektif terhadap objek yang
diteliti yang berkaitan dengan letak tata kota Kabupaten Ciamis.
· Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara :
· Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data
yang dilakukan dengan mempelajari berbagai dokumen yang ada dan relevan dengan
objek yang diteliti.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Letak Geografis Kota Ciamis
Ciamis sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, letaknya di sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten
Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Propinsi
Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.
Berdasarkan letak geogerafisnya Kabupaten Ciamis berada pada
posisi strategis yang dilalui jalan Nasional lintas Provinsi Jawa Barat –
Provinsi Jawa Tengah dan jalan Provinsi lintas Ciamis – Cirebon – Jawa Tengah. Letak
astronomisnya berada pada 108°20’
sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7041’20’’
Lintang Selatan. Luas wilayah Ciamis sebesar 244,479 Ha atau 7,73 persen dari
total Iuas daratan Propinsi Jawa Barat. Dalam konteks pengembangan wilayah
Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis mempunyai 2 (dua) Kawasan Andalan yaitu
Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran.
Suhu udara rata-rata di Ciamis tahun 2010 berkisar antara 20,0°C sampai dengan
30,0°C. Tempat–tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu
udara rata-rata relatif tinggi. Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan
keadaan morfologi datar-bergelombang sampai pegunungan, dengan kemiringan
lereng berkisar antara 0 – 40 % dengan sebaran 0 – 2 % terdapat di bagian
tengah - timur laut ke selatan dan 2-40 % tersebar hampir di seluruh wilayah
kecamatan. Jenis tanah didominasi oleh Latosol, podsolik, alluvial dan
grumusol.
B.
Sejarah Ciamis
Menurut sejarawan W.J Van der
Meulen, Pusat Asli Daerah (kerajaan) Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten
Ciamis sekarang). Selanjutnya W.J Van der Meulen berpendapat bahwa kata
"galuh", berasal dari kata "sakaloh" berarti "dari
sungai asalnya", dan dalam lidah Banyumas menjadi "segaluh".
Dalam Bahasa Sansekerta, kata "galu" menunjukkan sejenis permata, dan
juga biasa dipergunakan untuk menyebut puteri raja (yang sedang memerintah) dan
belum menikah.
Sebagaimana riwayat
kota-kabupaten lain di Jawa Barat, sumber-sumber yang menceritakan asal-usul
suatu daerah pada umumnya tergolong historiografi tradisional yang mengandung
unsur-unsur mitos, dongeng atau legenda disamping unsur yang bersifat historis.
Naskah-naskah ini antara lain Carios Wiwitan Raja-raja di Pulo Jawa, Wawacan
Sajarah Galuh, dan juga naskah Sejarah Galuh bareng Galunggung, Ciung Wanara,
Carita Waruga Guru, Sajarah Bogor. Naskah-naskah ini umumnya ditulis pada abad
ke-18 hingga abad ke-19. Adapula naskah-naskah yang sezaman atau lebih
mendekati zaman Kerajaan Galuh. Naskah-naskah tersebut, diantaranya Sanghyang
Siksakanda ‘Ng Karesian, ditulis tahun 1518, ketika Kerajaan Sunda masih ada
dan Carita Parahyangan, ditulis tahun 1580.
Berdirinya Galuh sebagai
kerajaan, menurut naskah-naskah kelompok pertama tidak terlepas dari tokoh Ratu
Galuh sebagai Ratu Pertama. Dalam laporan yang ditulis Tim Peneliti Sejarah
Galuh (1972), terdapat berbagai nama kerajaan sebagai berikut: Kerajaan Galuh
Sindula (menurut sumber lain, Kerajaan Bojong Galuh) yang berlokasi di Lakbok
dan beribukota Medang Gili (tahun 78 Masehi?); Kerajaan Galuh Rahyang berlokasi
di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan; Galuh Kalangon berlokasi di Roban
beribukota Medang Pangramesan; Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di
Medang Kamulan; Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari beribukota Banjar
Pataruman; Galuh Kalingga berlokasi di Bojong beribukota Karangkamulyan; Galuh
Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota Bagolo; Galuh Kumara berlokasi di
Tegal beribukota di Medangkamulyan; Galuh Pakuan beribukota di Kawali;
Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan; Galuh Pataka berlokasi di
Nanggalacah beribukota Pataka; Kabupaten Galuh Nagara Tengah berlokasi di
Cineam beribukota Bojonglopang kemudian Gunungtanjung; Kabupaten Galuh
Imbanagara berlokasi di Barunay (Pabuaran) beribukota di Imbanagara dan
Kabupaten Galuh berlokasi di Cibatu beribukota di Ciamis (sejak tahun 1812).
Untuk penelitian secara
historis, kapan Kerajaan Galuh didirikan, dapat dilacak dari sumber-sumber
sezaman berupa prasasti. Ada prasasti yang memuat nama "Galuh",
meskipun nama tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam
prasasti berangka tahun 910, Raja Balitung disebut sebagai "Rakai
Galuh". Dalam Prasasti Siman berangka tahun 943, disebutkan bahwa
"kadatwan rahyangta I mdang I bhumi mataram ingwatu galuh". Kemudian
dalam sebuah Piagam Calcutta disebutkan bahwa para musuh penyerang Airlangga
lari ke Galuh dan Barat, mereka dimusnahkan pada tahun 1031 Masehi. Dalam
beberapa prasasti di Jawa Timur dan dalam Kitab Pararaton (diperkirakan ditulis
pada abad ke-15), disebutkan sebuah tempat bernama "Hujung Galuh"
yang terletak di tepi sungai Brantas. Nama Galuh sebagai ibukota disebut
berkali-kali dalam naskah sebuah prasasti berangka tahun 732, ditemukan di
halaman Percandian Gunung Wukir di Dukuh Canggal (dekat Muntilan sekarang).
Pada bagian carita
Parahyangan, disebutkan bahwa Prabu Maharaja berkedudukan di Kawali. Setelah
menjadi raja selama tujuh tahun, pergi ke Jawa terjadilah perang di Majapahit.
Dari sumber lain diketahui bahwa Prabu Hayam Wuruk, yang baru naik tahta pada
tahun 1350, meminta Puteri Prabu Maharaja untuk menjadi isterinya. Hanya saja,
konon, Patih Gajah Mada menghendaki Puteri itu menjadi upeti. Raja Sunda tidak
menerima sikap arogan Majapahit ini dan memilih berperang hingga gugur dalam
peperangan di Bubat. Puteranya yang bernama Niskala Wastu Kancana waktu itu
masih kecil. Oleh karena itu kerajaan dipegang Hyang Bunisora beberapa waktu
sebelum akhirnya diserahkan kepada Niskala Wastu Kancana ketika sudah dewasa.
Keterangan mengenai Niskala Wastu Kancana, dapat diperjelas dengan bukti berupa
Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis serta Kebantenan.
Pada tahun 1595, Galuh jatuh
ke tangan Senapati dari Mataram. Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada
masa Sultan Agung. Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat menjadi Wedana
Mataram dan cacah sebanyak 960 orang. Ketika Mataram merencanakan serangan
terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628, massa Mataram di Priangan bersilang
pendapat. Rangga Gempol I dari Sumedang misalnya, menginginkan pertahanan
diperkuat dahulu, sedangkan Dipati Ukur dari Tatar Ukur, menginginkan serangan
segera dilakukan. Pertentangan terjadi juga di Galuh antara Adipati Panaekan
dengan adik iparnya Dipati Kertabumi, Bupati di Bojonglopang, anak Prabu
Dimuntur keturunan Geusan Ulun dari Sumedang. Dalam perselisihan tersebut
Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian diganti puteranya Mas Dipati
Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam sekarang).
Pada masa Dipati Imbanagara,
ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calingcing.
Tetapi tidak lama kemudian dipindahkan ke Bendanagara (Panyingkiran). Pada
Tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat VOC sebagai Bupati Galuh menggantikan
Angganaya. Pada tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I (1706-1727).
Pada pertengahan abad ke-19,
yaitu pada masa pemerintahan R.A.A. Kusumadiningrat menjadi Bupati Galuh,
pemerintah kolonial sedang giat-giatnya melaksanakan tanam paksa. Rakyat yang
ada di Wilayah Galuh, disamping dipaksa menanam kopi juga menanam nila. Untuk
meringankan beban yang harus ditanggung rakyat, R.A.A. Kusumadiningrat yang
dikenal sebagai "Kangjeng Perbu" oleh rakyatnya, membangun saluran
air dan dam-dam untuk mengairi daerah pesawahan. Sejak Tahun 1853, Kangjeng
Perbu tinggal di kediaman yang dinamai Keraton Selagangga.
Antara tahun 1859-1877, dilakukan pembangunan gedung di ibu kota kabupaten. Disamping itu perhatiannya terhadap pendidikan pun sangat besar pula. Kangjeng Perbu memerintah hingga tahun 1886, dan jabatannya diwariskan kepada puteranya yaitu Raden Adipati Aria Kusumasubrata. Pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan secara resmi namanya diganti menjadi Kabupaten Ciamis.
Antara tahun 1859-1877, dilakukan pembangunan gedung di ibu kota kabupaten. Disamping itu perhatiannya terhadap pendidikan pun sangat besar pula. Kangjeng Perbu memerintah hingga tahun 1886, dan jabatannya diwariskan kepada puteranya yaitu Raden Adipati Aria Kusumasubrata. Pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan secara resmi namanya diganti menjadi Kabupaten Ciamis.
C.
Alun-alun Ciamis atau Taman Raflesia Fatma
Alun-alun Ciamis merupakan
suatu taman kota yang mana sebagai salah satu sarana untuk rekreasi, penglipur
lara serta penghilang rasa jenuh yang mendera. Terletak di jantung kota
Kabupaten Ciamis, dimana sebelah utara terdapat Kantor Bupati (Pendopo), Kantor
pos, dan SMPN 1 Ciamis, di sebelah selatan terdapat Gedung DPRD sementara di
sebelah barat berdiri bangunan megah Mesjid Agung Ciamis. Mesjid ini didirikan
pada tahun 1995 tepatnya pada 12 Juni dan dirsemikan oleh Bupati Kepala Daerah
Kab.Ciamis, H.Dedem Ruchlia. Alun-alun Ciamis berdiri kokoh menghiasi paru-paru
Ciamis.
D.
Mesjid Agung Ciamis
Mesjid Agung Ciamis, nama itu
sudah tidak asing lagi bagi warga masyarakat Ciamis pada khususnya, mesjid yang
terletak di pusat kota ini merupakan mesjid terbesar di Kabupaten Ciamis.
Mesjid yang satu ini mempunyai
sejarah yang cukup panjang misalnya dalam hal renovasi bangunan, yaitu pertama
berdiri tahun 1882 dan mengalami renovasi pada tahun 1964, 1997 dan 2005.
Di Mesjid Agung ini terdapat
beberapa organisasi, salah satunya adalah organisasi IRMAS yang dibentuk tahun
2005 oleh Bpk. Syamsul Bahri, S.Ag. anggota dari IRMAS ini berasal dari MAN,
SMA, dan SMK yang ada di Kabupaten Ciamis.
E.
Pengadilan Negeri
Sejak tahun 1920, untuk daerah
Priangan Timur telah berdiri sebuah Pengadilan atau Landraad, yang dipimpin
oleh seorang Ketua yang disebut Presiden Landraad yang berkedudukan di
Kabupaten Garut dan mencakup Kabupaten Ciamis, Kabupaten tasikmalaya dan
Kabupaten Garut. Tempat sidang di Kabupaten Ciamis berkantor di Jalan Jenderal
Sudirman No. 6 ( sekarang Pendopo Kabupaten Ciamis ). Pada tahun 1935 didirikan
gedung Landraad di Jalan Veteran Ciamis, tetapi pemeriksaan masih tetap dilakukan
di Garut sampai tahun 1949.
Selanjutnya sejak tahun 1949
sampai dengan sekarang Pengadilan Negeri Ciamis di Jalan Jenderal Sudirman no.
116 Ciamis. Adalah gedung Pengadialan yang di bangun dan diresmikan pada
tanggal 23 Pebruari 1982 oleh Bapak Soeroto, SH. Dirjen Pembinaan Badan
Peradilan umum Departeman Kehakiman Republik Indonesia.
Pengadilan Negeri Ciamis berkedudukan di Kabupaten Ciamis yang wilayah kewenangannya meliputi Kabupaten Ciamis dan Kota Madya Banjar Provinsi Jawa Barat.
Pengadilan Negeri Ciamis berkedudukan di Kabupaten Ciamis yang wilayah kewenangannya meliputi Kabupaten Ciamis dan Kota Madya Banjar Provinsi Jawa Barat.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan letak geogerafisnya
Kabupaten Ciamis berada pada posisi strategis yang dilalui jalan Nasional lintas
Provinsi Jawa Barat – Provinsi Jawa Tengah dan jalan Provinsi lintas Ciamis –
Cirebon – Jawa Tengah. Letak astronomisnya berada
pada 108°20’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7041’20’’
Lintang Selatan. Luas wilayah Ciamis sebesar 244,479 Ha atau 7,73 persen dari
total Iuas daratan Propinsi Jawa Barat. Dalam konteks pengembangan wilayah
Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis mempunyai 2 (dua) Kawasan Andalan yaitu
Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran.
Kabupaten Ciamis bercikal
bakal dari Kerajaan Galuh, sebuah Kerajaan di Tatar Sunda pada abad ke-7.
Kerajaan ini berpusat di daerah Kawali, 21 km ke arah utara dari pusat kota
Ciamis.
Menurut sejarawan W.J Van der
Meulen, Pusat Asli Daerah (kerajaan) Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten
Ciamis sekarang). Selanjutnya W.J Van der Meulen berpendapat bahwa kata
"galuh", berasal dari kata "sakaloh" berarti "dari
sungai asalnya", dan dalam lidah Banyumas menjadi "segaluh".
Dalam Bahasa Sansekerta, kata "galu" menunjukkan sejenis permata, dan
juga biasa dipergunakan untuk menyebut puteri raja (yang sedang memerintah) dan
belum menikah.
Alun-alun Ciamis merupakan
suatu taman kota yang mana sebagai salah satu sarana untuk rekreasi, penglipur
lara serta penghilang rasa jenuh yang mendera.
Mesjid Agung Ciamis, nama itu
sudah tidak asing lagi bagi warga masyarakat Ciamis pada khususnya, mesjid yang
terletak di pusat kota ini merupakan mesjid terbesar di Kabupaten Ciamis.
Sejak tahun 1920, untuk daerah
Priangan Timur telah berdiri sebuah Pengadilan atau Landraad, yang dipimpin
oleh seorang Ketua yang disebut Presiden Landraad yang berkedudukan di
Kabupaten Garut dan mencakup Kabupaten Ciamis, Kabupaten tasikmalaya dan Kabupaten
Garut. Tempat sidang di Kabupaten Ciamis berkantor di Jalan Jenderal Sudirman
No. 6 ( sekarang Pendopo Kabupaten Ciamis ). Pada tahun 1935 didirikan gedung
Landraad di Jalan Veteran Ciamis, tetapi pemeriksaan masih tetap dilakukan di
Garut sampai tahun 1949.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar