Sabtu, 13 Oktober 2012

TATA LETAK KOTA CIAMIS


KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya.

Penyusun sadar dalam penyusunan Makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena  itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna terciptanya kesempurnaan.

Akhir kata, penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dari awal pembuatan makalah ini hingga selesai. Semoga Makalah ini memberi pengetahuan dan manfaat bagi penyusun pada khususnya dan umumnya bagi pembaca.

                                            BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

Kabupaten Ciamis bercikal bakal dari Kerajaan Galuh, sebuah Kerajaan di Tatar Sunda pada abad ke-7. Kerajaan ini berpusat di daerah Kawali, 21 km ke arah utara dari pusat kota Ciamis. Tahun 1595 Galuh jatuh ke tangan Mataram. Berdasarkan sumber Belanda, wilayah kerajaan taklukkan ini dibatasi Sungai Citanduy di sebelah timur, Sumedang di sebelah utara, Gunung Galunggung dan Sukapura di sebelah barat, serta Sungai Cijulang di sebelah selatan.

Dibawah kekuasaan Mataram, Kerajaan Galuh diubah statusnya menjadi Kabupaten. Berbentuk Kabupaten selama sekitar dua abad, pusat pemerintahan Galuh sedikitnya empat kali berpindah akibat gejolak politik. Daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan adalah Cineam, Calingcing, Panyingkiran dan Imbanagara sebelum akhirnya menetap di Cibatu tahun 1815. Pusat pemerintahan tercatat lama berlokasi di Imbanagara.
Pada masa ini Galuh mengalami perluasan wilayah hingga berbatasan dengan pantai selatan, Sungai Citanduy, Cijulang dan Sukapura. Karena itu, peristiwa pemindahan ibukota ke Imbanagara pada 12 Juni 1642 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten. Meski demikian, Galuh mengalami perkembangan pesat pada masa pemerintahan Bupati RAA Kusumadiningrat (1839-1886). Bupati yang juga disebut Kanjeng Prebu ini membangun sejumlah fasilitas pemerintahan di pusat kota, seperti gedung Kabupaten, mesjid agung, kantor asisten residen, dan tangsi militer selama tahun 1859-1877.

Pada masa bupati RTA Sastrawinata (1914-1935) nama Galuh diubah menjadi Ciamis. Kabupaten ini memiliki empat distrik, yakni Ciamis, Kawali, Rancah dan Panjalu. Hingga saat ini nama Ciamis masih terus dipakai. Kabupaten seluas 2.263 km² ini kini terdiri dari 30 kecamatan.

B.   Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana letak geografis kota Ciamis
2.    Bagaimana asal-usul kota Ciamis
3.    Bagaimana sejarah Ciamis
4.    Alun-alun Ciamis atau Raflesia Fatma
5.    Mesjid Agung Ciamis
6.    Pengadilan Negeri

C.  Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk memenuhi salah-satu tugas mata kuliah Arkeologi
2.    Ingin mengetahui lebih luas tentang letak, asal-usul, sejarah Ciamis
3.    Untuk mengetahui letak tata kota atau pusat pemerintahan Ciamis

D.  Metode dan Teknik Pengumpulan Data

·       Metode dan Teknik Penelitian

Penggunaan desain penelitian sejarah bertujuan untuk memperoleh gambaran secara objektif terhadap objek yang diteliti yang berkaitan dengan letak tata kota Kabupaten Ciamis.

·       Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara :
·       Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari berbagai dokumen yang ada dan relevan dengan objek yang diteliti.
  

BAB II
 PEMBAHASAN

A.  Letak Geografis Kota Ciamis

Ciamis sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, letaknya di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Propinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.
    
Berdasarkan letak geogerafisnya Kabupaten Ciamis berada pada posisi strategis yang dilalui jalan Nasional lintas Provinsi Jawa Barat – Provinsi Jawa Tengah dan jalan Provinsi lintas Ciamis – Cirebon – Jawa Tengah. Letak astronomisnya berada pada 108°20’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7041’20’’ Lintang Selatan. Luas wilayah Ciamis sebesar 244,479 Ha atau 7,73 persen dari total Iuas daratan Propinsi Jawa Barat. Dalam konteks pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis mempunyai 2 (dua) Kawasan Andalan yaitu Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran.
    
Suhu udara rata-rata di Ciamis tahun 2010 berkisar antara 20,0°C sampai dengan 30,0°C. Tempat–tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan keadaan morfologi datar-bergelombang sampai pegunungan, dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 – 40 % dengan sebaran 0 – 2 % terdapat di bagian tengah - timur laut ke selatan dan 2-40 % tersebar hampir di seluruh wilayah kecamatan. Jenis tanah didominasi oleh Latosol, podsolik, alluvial dan grumusol.

B.   Sejarah Ciamis

Menurut sejarawan W.J Van der Meulen, Pusat Asli Daerah (kerajaan) Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten Ciamis sekarang). Selanjutnya W.J Van der Meulen berpendapat bahwa kata "galuh", berasal dari kata "sakaloh" berarti "dari sungai asalnya", dan dalam lidah Banyumas menjadi "segaluh". Dalam Bahasa Sansekerta, kata "galu" menunjukkan sejenis permata, dan juga biasa dipergunakan untuk menyebut puteri raja (yang sedang memerintah) dan belum menikah. 

Sebagaimana riwayat kota-kabupaten lain di Jawa Barat, sumber-sumber yang menceritakan asal-usul suatu daerah pada umumnya tergolong historiografi tradisional yang mengandung unsur-unsur mitos, dongeng atau legenda disamping unsur yang bersifat historis. Naskah-naskah ini antara lain Carios Wiwitan Raja-raja di Pulo Jawa, Wawacan Sajarah Galuh, dan juga naskah Sejarah Galuh bareng Galunggung, Ciung Wanara, Carita Waruga Guru, Sajarah Bogor. Naskah-naskah ini umumnya ditulis pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Adapula naskah-naskah yang sezaman atau lebih mendekati zaman Kerajaan Galuh. Naskah-naskah tersebut, diantaranya Sanghyang Siksakanda ‘Ng Karesian, ditulis tahun 1518, ketika Kerajaan Sunda masih ada dan Carita Parahyangan, ditulis tahun 1580. 

Berdirinya Galuh sebagai kerajaan, menurut naskah-naskah kelompok pertama tidak terlepas dari tokoh Ratu Galuh sebagai Ratu Pertama. Dalam laporan yang ditulis Tim Peneliti Sejarah Galuh (1972), terdapat berbagai nama kerajaan sebagai berikut: Kerajaan Galuh Sindula (menurut sumber lain, Kerajaan Bojong Galuh) yang berlokasi di Lakbok dan beribukota Medang Gili (tahun 78 Masehi?); Kerajaan Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan; Galuh Kalangon berlokasi di Roban beribukota Medang Pangramesan; Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan; Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari beribukota Banjar Pataruman; Galuh Kalingga berlokasi di Bojong beribukota Karangkamulyan; Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota Bagolo; Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medangkamulyan; Galuh Pakuan beribukota di Kawali; Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan; Galuh Pataka berlokasi di Nanggalacah beribukota Pataka; Kabupaten Galuh Nagara Tengah berlokasi di Cineam beribukota Bojonglopang kemudian Gunungtanjung; Kabupaten Galuh Imbanagara berlokasi di Barunay (Pabuaran) beribukota di Imbanagara dan Kabupaten Galuh berlokasi di Cibatu beribukota di Ciamis (sejak tahun 1812). 

Untuk penelitian secara historis, kapan Kerajaan Galuh didirikan, dapat dilacak dari sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada prasasti yang memuat nama "Galuh", meskipun nama tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam prasasti berangka tahun 910, Raja Balitung disebut sebagai "Rakai Galuh". Dalam Prasasti Siman berangka tahun 943, disebutkan bahwa "kadatwan rahyangta I mdang I bhumi mataram ingwatu galuh". Kemudian dalam sebuah Piagam Calcutta disebutkan bahwa para musuh penyerang Airlangga lari ke Galuh dan Barat, mereka dimusnahkan pada tahun 1031 Masehi. Dalam beberapa prasasti di Jawa Timur dan dalam Kitab Pararaton (diperkirakan ditulis pada abad ke-15), disebutkan sebuah tempat bernama "Hujung Galuh" yang terletak di tepi sungai Brantas. Nama Galuh sebagai ibukota disebut berkali-kali dalam naskah sebuah prasasti berangka tahun 732, ditemukan di halaman Percandian Gunung Wukir di Dukuh Canggal (dekat Muntilan sekarang). 

Pada bagian carita Parahyangan, disebutkan bahwa Prabu Maharaja berkedudukan di Kawali. Setelah menjadi raja selama tujuh tahun, pergi ke Jawa terjadilah perang di Majapahit. Dari sumber lain diketahui bahwa Prabu Hayam Wuruk, yang baru naik tahta pada tahun 1350, meminta Puteri Prabu Maharaja untuk menjadi isterinya. Hanya saja, konon, Patih Gajah Mada menghendaki Puteri itu menjadi upeti. Raja Sunda tidak menerima sikap arogan Majapahit ini dan memilih berperang hingga gugur dalam peperangan di Bubat. Puteranya yang bernama Niskala Wastu Kancana waktu itu masih kecil. Oleh karena itu kerajaan dipegang Hyang Bunisora beberapa waktu sebelum akhirnya diserahkan kepada Niskala Wastu Kancana ketika sudah dewasa. Keterangan mengenai Niskala Wastu Kancana, dapat diperjelas dengan bukti berupa Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis serta Kebantenan. 

Pada tahun 1595, Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram. Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada masa Sultan Agung. Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat menjadi Wedana Mataram dan cacah sebanyak 960 orang. Ketika Mataram merencanakan serangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628, massa Mataram di Priangan bersilang pendapat. Rangga Gempol I dari Sumedang misalnya, menginginkan pertahanan diperkuat dahulu, sedangkan Dipati Ukur dari Tatar Ukur, menginginkan serangan segera dilakukan. Pertentangan terjadi juga di Galuh antara Adipati Panaekan dengan adik iparnya Dipati Kertabumi, Bupati di Bojonglopang, anak Prabu Dimuntur keturunan Geusan Ulun dari Sumedang. Dalam perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian diganti puteranya Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam sekarang). 

Pada masa Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calingcing. Tetapi tidak lama kemudian dipindahkan ke Bendanagara (Panyingkiran). Pada Tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat VOC sebagai Bupati Galuh menggantikan Angganaya. Pada tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I (1706-1727). 

Pada pertengahan abad ke-19, yaitu pada masa pemerintahan R.A.A. Kusumadiningrat menjadi Bupati Galuh, pemerintah kolonial sedang giat-giatnya melaksanakan tanam paksa. Rakyat yang ada di Wilayah Galuh, disamping dipaksa menanam kopi juga menanam nila. Untuk meringankan beban yang harus ditanggung rakyat, R.A.A. Kusumadiningrat yang dikenal sebagai "Kangjeng Perbu" oleh rakyatnya, membangun saluran air dan dam-dam untuk mengairi daerah pesawahan. Sejak Tahun 1853, Kangjeng Perbu tinggal di kediaman yang dinamai Keraton Selagangga. 
Antara tahun 1859-1877, dilakukan pembangunan gedung di ibu kota kabupaten. Disamping itu perhatiannya terhadap pendidikan pun sangat besar pula. Kangjeng Perbu memerintah hingga tahun 1886, dan jabatannya diwariskan kepada puteranya yaitu Raden Adipati Aria Kusumasubrata.  Pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan secara resmi namanya diganti menjadi Kabupaten Ciamis. 

C.  Alun-alun Ciamis atau Taman Raflesia Fatma

Alun-alun Ciamis merupakan suatu taman kota yang mana sebagai salah satu sarana untuk rekreasi, penglipur lara serta penghilang rasa jenuh yang mendera. Terletak di jantung kota Kabupaten Ciamis, dimana sebelah utara terdapat Kantor Bupati (Pendopo), Kantor pos, dan SMPN 1 Ciamis, di sebelah selatan terdapat Gedung DPRD sementara di sebelah barat berdiri bangunan megah Mesjid Agung Ciamis. Mesjid ini didirikan pada tahun 1995 tepatnya pada 12 Juni dan dirsemikan oleh Bupati Kepala Daerah Kab.Ciamis, H.Dedem Ruchlia. Alun-alun Ciamis berdiri kokoh menghiasi paru-paru Ciamis.

D.  Mesjid Agung Ciamis

Mesjid Agung Ciamis, nama itu sudah tidak asing lagi bagi warga masyarakat Ciamis pada khususnya, mesjid yang terletak di pusat kota ini merupakan mesjid terbesar di Kabupaten Ciamis.

Mesjid yang satu ini mempunyai sejarah yang cukup panjang misalnya dalam hal renovasi bangunan, yaitu pertama berdiri tahun 1882 dan mengalami renovasi pada tahun 1964, 1997 dan 2005.

Di Mesjid Agung ini terdapat beberapa organisasi, salah satunya adalah organisasi IRMAS yang dibentuk tahun 2005 oleh Bpk. Syamsul Bahri, S.Ag. anggota dari IRMAS ini berasal dari MAN, SMA, dan SMK yang ada di Kabupaten Ciamis.

E.   Pengadilan Negeri

Sejak tahun 1920, untuk daerah Priangan Timur telah berdiri sebuah Pengadilan atau Landraad, yang dipimpin oleh seorang Ketua yang disebut Presiden Landraad yang berkedudukan di Kabupaten Garut dan mencakup Kabupaten Ciamis, Kabupaten tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Tempat sidang di Kabupaten Ciamis berkantor di Jalan Jenderal Sudirman No. 6 ( sekarang Pendopo Kabupaten Ciamis ). Pada tahun 1935 didirikan gedung Landraad di Jalan Veteran Ciamis, tetapi pemeriksaan masih tetap dilakukan di Garut sampai tahun 1949.

Selanjutnya sejak tahun 1949 sampai dengan sekarang Pengadilan Negeri Ciamis di Jalan Jenderal Sudirman no. 116 Ciamis. Adalah gedung Pengadialan yang di bangun dan diresmikan pada tanggal 23 Pebruari 1982 oleh Bapak Soeroto, SH. Dirjen Pembinaan Badan Peradilan umum Departeman Kehakiman Republik Indonesia.
Pengadilan Negeri Ciamis berkedudukan di Kabupaten Ciamis yang wilayah kewenangannya meliputi Kabupaten Ciamis dan Kota Madya Banjar Provinsi Jawa Barat.


BAB III 
PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan letak geogerafisnya Kabupaten Ciamis berada pada posisi strategis yang dilalui jalan Nasional lintas Provinsi Jawa Barat – Provinsi Jawa Tengah dan jalan Provinsi lintas Ciamis – Cirebon – Jawa Tengah. Letak astronomisnya berada pada 108°20’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7041’20’’ Lintang Selatan. Luas wilayah Ciamis sebesar 244,479 Ha atau 7,73 persen dari total Iuas daratan Propinsi Jawa Barat. Dalam konteks pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis mempunyai 2 (dua) Kawasan Andalan yaitu Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran.

Kabupaten Ciamis bercikal bakal dari Kerajaan Galuh, sebuah Kerajaan di Tatar Sunda pada abad ke-7. Kerajaan ini berpusat di daerah Kawali, 21 km ke arah utara dari pusat kota Ciamis.

Menurut sejarawan W.J Van der Meulen, Pusat Asli Daerah (kerajaan) Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten Ciamis sekarang). Selanjutnya W.J Van der Meulen berpendapat bahwa kata "galuh", berasal dari kata "sakaloh" berarti "dari sungai asalnya", dan dalam lidah Banyumas menjadi "segaluh". Dalam Bahasa Sansekerta, kata "galu" menunjukkan sejenis permata, dan juga biasa dipergunakan untuk menyebut puteri raja (yang sedang memerintah) dan belum menikah. 

Alun-alun Ciamis merupakan suatu taman kota yang mana sebagai salah satu sarana untuk rekreasi, penglipur lara serta penghilang rasa jenuh yang mendera.

Mesjid Agung Ciamis, nama itu sudah tidak asing lagi bagi warga masyarakat Ciamis pada khususnya, mesjid yang terletak di pusat kota ini merupakan mesjid terbesar di Kabupaten Ciamis.

Sejak tahun 1920, untuk daerah Priangan Timur telah berdiri sebuah Pengadilan atau Landraad, yang dipimpin oleh seorang Ketua yang disebut Presiden Landraad yang berkedudukan di Kabupaten Garut dan mencakup Kabupaten Ciamis, Kabupaten tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Tempat sidang di Kabupaten Ciamis berkantor di Jalan Jenderal Sudirman No. 6 ( sekarang Pendopo Kabupaten Ciamis ). Pada tahun 1935 didirikan gedung Landraad di Jalan Veteran Ciamis, tetapi pemeriksaan masih tetap dilakukan di Garut sampai tahun 1949.
Daftar Pustaka

                                                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar